Fenomena Deinfluencing, Ketika Influencer Mengajak Followers untuk Tidak Membeli Produk
Sobat IAM pasti udah gak aneh lagi deh kalau ada seorang influencer mempromosikan produk secara kreatif sampai bikin kita ingin juga segera membelinya. Tapi pernah denger gak Sobat kalau ternyata banyak juga lho influencer yang tidak merekomendasikan sebuah produk. Wih, apa jadinya ya kalau mereka malah menyarankan untuk tidak membeli suatu produk? Yup, itulah yang disebut dengan deinfluencing!
Baca juga: Peran Influencer Wanita dalam Dunia Digital Marketing
Apa Itu Deinfluencing?
Deinfluencing adalah tren yang dilakukan influencer untuk mempengaruhi audiens supaya lebih bijak dalam membeli produk. Bukannya mempromosikan produk, mereka malah memberi alasan mengapa sebuah produk gak layak dibeli bahkan bercerita kalau ternyata reviewnya juga gak sesuai dengan yang beredar.
Deinfluencing bisa jadi dilakukan oleh influencer yang merasa jenuh dengan arus promosi yang gak ada ujungnya. Nampaknya rasa peduli terhadap audiens dan keinginan bersikap lebih jujur kepada mereka juga jadi salah satu alasannya. Apalagi di tengah budaya konsumtif yang mendorong orang lain untuk membeli barang- barang yang sebenarnya kurang atau bahkan gak dibutuhkan.
Fenomena Deinfluencing, Ketika Influencer Mengajak Followers untuk Tidak Membeli Produk. (Sumber: Freepik)
Baca juga: Cara atasi Keluhan Influencer tentang Kurangnya Fleksibilitas dari Brand
Kenapa Deinfluencing Jadi Populer?
Mungkin kemunculan tren ini gak cuma muncul dari alasan sesederhana itu mengingat kini deinfluencing tampak makin diminati oleh influencer dan pengikutnya. Nah, kemunculannya bisa jadi karena beberapa faktor berikut:
1. Keinginan untuk Jujur
Beberapa influencer mungkin merasa bahwa mereka udah terlalu sering mempromosikan produk yang sebenarnya tidak begitu memberikan manfaat seperti yang dijanjikan. Nah, dengan menjadi lebih kritis, mereka juga ada keinginan untuk mengembalikan kepercayaan pengikutnya dengan review produk yang lebih terbuka.
2. Mengurangi Konsumerisme Berlebihan
Sadar gak Sobat? Dorongan rekomendasi dari deretan influencer sangat mempengaruhi peningkatan sikap belanja yang berlebihan lho! Sampai sampai membuat banyak orang merasa perlu memiliki segala yang direkomendasikan. Untuk itulah influencer membuat gerakan perlawanan melalui tren deinfluencing yang mengajak kita untuk lebih bijak berbelanja dan hanya membeli yang benar- benar dibutuhkan.
Baca juga: Mau Jadi Influencer di Pinterest? Kenali dulu Fitur Penting Ini di Pinterest
3. Kekecewaan Terhadap Produk
Di samping rasa peduli pada audiens, ada kalanya influencer sendiri mungkin pernah kecewa dengan produk yang dipromosikan hingga akhirnya mereka memilih untuk bersikap jujur kepada pengikutnya agar tidak mengalami hal yang sama.
Baca juga: Strategi Menangani Endorsement dan Sponsorship sebagai Influencer
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Deinfluencing?
Fenomena ini mengingatkan kita untuk gak asal ngikutin tren begitu saja. Penting untuk lebih kritis dan melakukan riset sebelum membeli produk yang direkomendasikan influencer. Gak semua barang yang viral di media sosial sesuai dengan kebutuhan kita, bukan?
1. Pertimbangkan Kebutuhanmu
Jangan cuma menilai produk dari katanya influencer aja. Produk yang mereka anggap gak bagus pun mungkin sebenarnya cocok buat kebutuhan yang lain. Jadi, selalu cek juga ya apakah produk tersebut benar- benar berguna atau tidak.
2. Riset Produk Sebelum Membeli
Sebelum memutuskan untuk membeli (atau tidak membeli) sesuatu, jangan malas buat baca- baca testimoni dan ulasan dari berbagai sumber. Hindari bergantung pada satu opini!
3. Cari Alternatif
Seringkali influencer yang melakukan deinfluencing juga memberikan alternatif yang lebih baik kok. Mungkin produk alternatif yang mereka rekomendasikan lebih terjangkau atau mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan audiens.
Baca juga: 8 Cara Menjaga Keseimbangan antara Kehidupan Pribadi dan Profesional sebagai Influencer
Bagaimana Brand Menyikapi Tren Ini?
Deinfluencing mungkin bisa jadi tantangan besar buat brand, apalagi buat brand yang produknya jadi sasaran kritik. Namun, brand juga bisa menjadikan deinfluencing sebagai kesempatan untuk lebih mendengarkan keluhan konsumen dan memperbaiki kualitas produk. Brand yang mau terbuka terhadap umpan balik biasanya bakal lebih mudah lho meraih kembali kepercayaan konsumen.
Kerjasama dengan influencer yang benar- benar percaya pada produk dan bukan sekedar promosi juga bisa jadi kunci bagi brand dalam memilih influencer. Apalagi, ketulusan dalam merekomendasikan produk bisa membangun loyalitas jangka panjang.
Deinfluencing hadir sebagai angin segar di tengah tren promosi yang gak ada habisnya. Momen ini seakan mengajak kita untuk berhenti sejenak dan berpikir ulang tentang apa yang mau kita beli. Sisi positif bagi konsumen adalah pentingnya untuk selalu bijak dan kritis, sedangkan bagi brand, bisa jadi pengingat agar selalu meningkatkan kualitas dan mendengarkan masukan dari konsumen.
Comments
No Comment yet